Selasa, 30 Oktober 2012

Berlapanglah

Alangkah indahnya berlapang dada. Berlapang dada terhadap apa yang berlaku atas kita. Berlapang dada sesama manusia. Berlapang dada sesama alam dan seluruh isinya.
Manusia itu tidak penah lepas dari ujian. Tidak kiralah apa jua bentuk ujian yang Allah hadirkan buat kita. 
Boleh tak kalau saya kata tiada istilah berat atau ringan pada setiap ujian! Eeerr...
Ya! Kerana setiap satu ujian itu disusun oleh Allah kena pada saat dan ketikanya. Bersesuaian dengan kemampuan mereka yang menerimanya. 
Kalau kamu tidak bersetuju, jadi atas timbangan apakah kamu katakan ujian itu berat dan ringan.
Kalau ujian kemiskinan itu kecil, jika ianya menimpamu sejauh mana kecilnya ujian itu.
Jika ujian gagal itu mudah, jika ianya menimpamu sejauh mana kamu gagah untuk bangkit kembali.
Andai ujian kaya itu senang, jika ianya menimpamu sejauh mana kamu bisa bersyukur.
Tiada kayu ukur yang bisa kita letakkan. Hanya Allah Maha Tahu, Maha Adil. Allah timpakan setiap satunya itu kepada kita agar kita bisa terus mengambil langkah untuk mendekatiNya. Mengadu padaNya. Berlari mengejar syurgaNya. 
Tetapi, 
Ayuh kita nilai kembali. 
Apabila diuji kemana kamu melangkah? 
Apakah lafaz pertama madah bicaramu? 
Bagaimana pula dengan detik hatimu?
Saat Allah uji kita dengan kegagalan. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita menyalahkan itu ini atas kegagalan kita. Atau kita terus berlapang dada dengan rezeki yang TELAH Allah tetapkan untuk kita? Tanya diri kita. Adakah kita terus berputus asa. Sedang usaha kita masih belum semaksimumnya? Tanya diri kita.
Saat Allah uji kita dengan kesusahan. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita menyalahkan itu ini atas kesusahan yang menimpa kita. Atau kita terus berlapang dada dengan ketentuan yang TELAH Allah tetapkan untuk kita? Tanya diri kita. Adakah kita terus meminta itu ini dari manusia. Sedang kita belum pon sujud mengadu pada Yang Satu? Tanya diri kita.
Saat Allah uji kita dengan ukhuwah. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita menyalahkan orang lain kerana tidak memahami kita. Atau kita terus berlapang dada dengan sahabat kita? Tanya diri kita. Adakah kita terus membenci. Atau memberi maaf atas apa yang terjadi? Tanya diri kita.
Saat Allah uji kita dengan kebakaran. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita menyalahkan sifulan atau sifulan. Atau kita terus berlapang dada atas apa yang telah terjadi? Tanya diri kita. Adakah kita bersedih memikirkan nasib diri. Atau kita bersyukur kerana masih diuji? Tanya diri kita.
Saat Allah uji kita dengan kucing yang makan sampah kita letak kat luar rumah sampai bersepah busuk satu rumah. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita menyalahkan kucing itu kerana memakan sampah kita. Atau kita senyum dan membersihkan sampah itu? Tanya diri kita.
Saat Allah uji kita dengan kesenangan kebahagiaan dan kecukupan. Adakah kita mengambil langkah mendekatkan diri kepada Allah. Atau kita semakin menjauh dariNya? Tanya diri kita. Adakah kita terus bersyukur dengan nikmat yang kita punya. Atau kita bongkak dan bangga dengan dunia? Tanya diri kita. Adakah kita bersedia untuk memberi pada yang meminta. Atau kita terus mengherdik dan menghina mereka yang tidak berdaya? Tanya diri kita.
Dimana kita apabila diuji.
Bagaimana kita bila diuji.
Itulah yang membezakan antara kita. 
Detik hati pertama itulah yang membezakan antara kita. 
Ada yang terus menyumpah seranah itu dan ini hingga puas.
Ada yang marah tapi setelah itu beristighfar kembali pada Tuhannya.
Ada yang terus tersenyum dan berlapang dada.
Dan itulah yang sebaiknya.
fa sabrun jamil~
Jadi,
Berlapang dada kah kita bila diuji?
Ayuh!
husnuzonlah..
positif dengan hidupmu...
kamu pasti akan senang dan tenang..
(^_^)/
nyanyi skit...
hihi
  http://cahayasakura.blogspot.com/search?updated-min=2011-01-01T00:00:00%2B09:00&updated-max=2012-01-01T00:00:00%2B09:00&max-results=30

Jangan Tinggalkan Muhasabah

Jangan Tinggalkan Muhasabah
Ini tentang ahlul ghurur. Manusia-manusia yang tertipu laju waktu dalam perjalanan menuju Sang Empunya Segala semesta. Tentang kegagalan memaknai hidup yang hanya sebentar. Tentang dangkalnya keyakinan yang tidak cukup berakar. Tentang rapuhnya pendirian yang tidak berdasar. Juga tentang lemahnya motivasi yang mudah pudar.
Keinginan untuk berbuat benar serta upaya agar hari-hari yang dilalui menjadi semakin baik, kalah melawan musuh-musuh perampok umur, hawa nafsu, setan, dan kesenangan dunia. Hingga tubuh yang bertambah uzur, tak juga menambah amalan luhur. Ia gugur bersama kemestian berakhirnya nafas yang tak lagi teratur. Kaku membujur di liang kubur.
Ahlul ghurur adalah mereka yang terjerumus dalam perangkap mematikan; lalai melakukan muhasabah dalam hidup. Mereka acuh karena merasa tidak butuh. Padahal ialah salah satu penjamin kebaikan bagi manusia, insyaallah. Hingga ahlul ghurur abai akan pengumpulan bekal untuk menghadap Sang Khalik di alam kekal, nanti, meski hari terus berganti dan berlari.
Menutup mata dari akibat sebuah perbuatan adalah salah satu ciri mereka. Mereka lupa atau tidak tahu bahwa setiap apa yang dilakukan manusia akan kembali pada dirinya sendiri dalam wujud balasan yang setimpal. Baik maupun buruk, sedikit maupun banyak, serta tersembunyi maupun tampak. Allah Mahaadil dan tidak ada satu perbuatan pun yang tidak berbalaskan. Dan kebaikan tidak akan pernah sama dengan keburukan, sekecil apapun.
Ciri yang lain adalah larut dalam keadaan. Tidak berdaya mempertahankan prinsip kebenaran sebab mengandung risiko. Sekedar menjadi penggembira, tertawa bersama yang lain meski harus acuhkan batin yang merintih. Mereka ingin hidup ‘aman’ dan ‘nyaman’. Tak inginkan celaan, makian, umpatan, dan penolakan karena kesemuanya sangat menyakitkan. Dan itu bermakna, bagi mereka, meminimalisasi gangguan dari lingkungan sekitar. Sehingga larut dalam keadaan menjadi sebuah keharusan. Bukankah tidak ada yang perlu ditakutkan jika kita mengikut dan menjadi serupa dengan yang lain? Ia adalah sebuah kawasan nyaman, comfort zone!
Terlalu mengandalkan ampunan Allah adalah tanda berikutnya. Meski selintas tidak ada yang salah dengan keyakinan bahwa Allah Maha Pengampun, bahkan untuk kesalahan sebanyak buih di lautan, tetapi mengandalkannya secara berlebihan menjadi kontraproduktif. Tidak seimbang menyertakan fakta selainnya, bahwa Allah juga Mahaadil dan Mahacepat hisabNya.
Dengan semua tanda ini, ahlul ghurur mudah jatuh dalam lembah dosa, sebab yang hak dan batil tampak serupa. Kemudian menikmati hidup dalam gelimang kesia-siaan berkepanjangan, hingga sulit berpisah ketika kebenaran terkadang datang menyapa, karena sudah menjadi kebiasaan . Tapi, benarkah kehidupan seperti ini yang kita inginkan? Wa iyyadzubillah.

Kemiskinan Hamba

Kemiskinan Hamba
Allah Maha Kaya lagi Mulia. Bersama kekayaan dan kemuliaan-Nya, Dia mengasihi hamba-hamba-Nya, menginginkan kebaikan untuk mereka, serta mengangkat madharat dari mereka tanpa sisa. Semuanya sebagai rahmat, cinta dan kebaikan untuk mereka, bukan karena keinginan mendapatkan manfaat dari hamba, bukan pula karena ingin menolak bahaya. Subhanallah! Mahasuci Allah dari semua itu.
Sebab Allah tidak berhajat kepada berbilang jumlah untuk menambah gagah, menghindari sedikitnya para penghamba. Atau menampakkan kemuliaan dari terpuruknya kehinaan. Allah juga tidak butuh rizki dan kemanfaatan dari hamba-hambaNya. Karena sungguh, Dia-lah Raziq, Pemilik semua rizki tanpa kecuali, dalam kekuatan dan keperkasaan. Di kerajaanNya, Dia Esa, Tunggal, Satu dan Sendiri, tanpa anak, sekutu atau penolong sebab semua itu tidak perlu. Juga tak layak bagi-Nya!
Sedang manusia berkebalikan keadaannya: miskin dan tidak punya apa-apa. Dalam kesendirian yang memustahilkannya bisa memberi kebaikan, juga memudharatkan pihak lain, dia memerlukan pihak lain untuk mencukupi, menutupi, atau membantu kemiskinannya. Karena tanpanya, manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Karena dia miskin dalam arti sebenarnya.
Sebenarnya, inilah rahasia dari berbagai kebaikan antar manusia. Mereka saling berbuat baik, bukanlah tanpa pamrih, namun menyimpan maksud untuk menolong diri sendiri.  Kebaikan yang mereka jadikan wasilah untuk mengambil manfaat dan menolak madharat bagi diri sendiri, cepat ataupun lambat. Sehingga mereka menjadi pemilih. Hanya kepada pihak-pihak yang bisa diharapkan balasannya, mereka berbuat baik. Sedang kepada yang lainnya lagi, mereka enggan dan berpaling.
Padahal di sinilah kesalahan asasi telah disandarkan. Membangun istana sesal dan kecewa sebab manusia seringkali ingkar janji dan berfluktuasi dalam menjalin relasi emosi. Selain bisa saja balasan yang diharapkan, meski sekadar ucapan terima kasih, nihil adanya, semua hubungan antar mereka tidak ada yang permanen dan stabil. Siapa yang terlihat mampu hari ini, bisa jadi jatuh di kemudian hari. Juga siapa yang memuaskan sekarang, bisa saja mendatangkan amarah dan dendam di masa datang.
Maka tidak ada yang lebih baik selain menyerahkan semuanya kepada Allah. Berharap Dia-lah yang menerima kebaikan kita menjadi amal shalih, meski untuk itu kita harus membuang keinginan beroleh balasan dari sesama manusia. Tugas kita hanyalah menjadi hamba yang baik, yang ikhlas dan yakin, bahwa kebaikan yang kita lakukan, apapun  balasan orang lain atasnya, sebenarnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri. Yang Allah pasti akan melihat dan mendengarnya, kemudian membalasinya secara adil.
Tapi kenapa kita selalu mengulang kesalahan itu? Mengharap manfaat kepada selain Allah, padahal mereka tidak akan pernah bisa dan mampu. Dan hanya yang berfikir yang akan tahu, bahwa Allah-lah sebenar-benar tempat bersandar dan berharap!

Sebuah Gerbang untuk Pulang

Sebuah Gerbang untuk Pulang

Wajah mana yang akan kita bawa menghadap Allah, kelak, jika lumuran dosanya yang mengerak membuatnya tak rupawan lagi? Sedang hati kita pun tak lagi bersih karena tertutup debu-debu maksiat. Juga pilihan sikap yang tepat untuk menutupi pengingkaran nikmat kita siang malam, sepanjang usia kita di dunia, di perjumpaan nanti. Atau kita malah mengharapkannya tidak terjadi, hal yang mustahil adanya?
Adakah malu, dan takut itu masih menempati sudut ruang hati kita, yang terdalam? Ataukah ia telah menghilang, tenggelam dalam kelamnya kesalahan yang menghitamkan jiwa karena jelaga dosa? Lirih ini sunyi meski galau ini tak sendiri. Segera menyadari dan berbenah diri tentu sangat terpuji daripada tak peduli, sebab kita tak bisa menghindari.
Permulaannya bernama taubat. Gerbang pulang untuk pembebasan sejati yang menyucikan. Meluruhkan noda-noda dosa yang pernah ada, dan memberi kemampuan kita untuk tengadah mengaku salah. Inilah satu-satunya pilihan sebab menjadi tanpa cela adalah kemustahilan, sedang tidak ada yang bisa menghapuskan kecuali Dia Yang Maha Pengampun dan Penyayang.
Sayang, kita seringkali merasa tidak membutuhkannya. Padahal tiada yang lebih penting daripada keyakinan akan terhapusnya kesalahan, atau minimal, berkurangnya beban jiwa yang menyiksa ini. Bahkan jauh sebelum menemui Allah, karena rasa itu menekan malam-malam kita di sini, di dunia ini.
Pada yang membutuhkan, banyak juga yang kebingungan. Taubat bergerak lambat saat tak ada lagi pilihan berkelit. Terlantun dari bibir yang sendirian serupa wasiat taubat dari hamba yang tidak memahaminya, meski bertebaran dan berulang-ulang. Taubat yang tidak memiliki akar penjiwaan dan tak mampu mengendalikan. Berakhir hampa karena menjadi sia-sia.
Karena taubat haruslah berdasar pada kesadaran. Bahwa kita sebagai hamba tak akan pernah mampu menjalankan kewajiban dan memenuhi hak Allah dengan semestinya. Terlalu banyak kekurangan, terlalu sering kita melalaikan, terlalu jauh dari standar kelayakan. Dan maksiat yang bertimbun-timbun, membuahkan ketakutan akan akibat buruknya yang pasti menanti, menjauhkan kita dari kehidupan yang berlimpah berkah, rahmah, dan maghfirah. Kehidupan yang gelisah!
Kesemuanya menuntun kita pada keinginan untuk menebus dan menghapus kesalahan. Agar kita tidak termasuk  mereka yang terancam kemurkaan dan kehinaan, serta siksaan abadi yang pasti adanya. Sebab jika tidak, rasa sakitnya dosa menyesakkan dada. Menyempitkan jiwa akan keluasan ampunan Allah, memungkinkan kita melakukannya berulang kali hingga kepada keadaan rumit yang sulit dilepaskan.
Biarkan rasa sakit itu membimbing kita mencari jalan pertaubatan. Biarkan rasa sesal dan kecewa akan kegagalan memaknai hari-hari ini menerangi prosesnya. Dan biarkan semuanya berangkat dari kesadaran kita akan pentingnya taubat. Sebuah kebutuhan tak terkira yang sering kita lupakan. Ya Allah, bimbinglah kepulangan hamba dengan taubat yang Engkau terima![]

MLM dalam Pandangan Islam

MLM dalam Pandangan Islam


Akhir-akhir banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli dengan system MLM ( Multi Level Marketing ). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan tersebut :
Pengertian MLM
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumensebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level ( tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.
Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru direkrut oleh promotor.
Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan.
Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. (http://id.wikipedia.org)
Untuk menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk tertentu dari perusahaan MLM tersebut, ada juga yang tidak mensyaratkan pembelian. Pembayaran dan pembelian produk tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan point. Point bisa didapatkan melalui pembelian atau dari jumlah anggota yang berhasilk direkrut.
Transaksi jual beli dengan menggunakan dengan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :
Alasan Pertama :
Di dalam transaksi dengan metode MLM,seorang anggota mempunyai dua kedudukan  :
Kedudukan Pertama :  sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor.  Pada setiap pembelian, biasanyadia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga.
Kedudukan Kedua :  sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar ?
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini :
1.    Hadits Abu Hurairah, ra bahwasanya ia berkata :
<h2>نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ</h2>
“Nabi Saw, telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”
( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi).
Imam Syafi’I berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi :Yaitu jika seseorang mengatakan: “Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu. “ ( Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533 )
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
2.    Hadist Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
<h2>لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ</h2>
“Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu.” ( HR Abu Daud )
Alasan diharamkannya transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi.( al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,  Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173 )
Alasan Kedua :
Di dalam MLM terdapat makelar berantai.  Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi dimana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan usaha mempertemukannya dengan pembeli.
Adapun makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
Alasan Ketiga :
Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar  sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
Alasan Keempat :
Didalam MLM banyak terdapat unsur gharar  (spekulatif)atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak, tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan Nabi Muhammad saw sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwasanya ia berkata :
<h2>نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ</h2>
“ Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif). “ ( HR Muslim,no: 2783  )
Alasan Kelima :
Sistem MLM bertentangan dengan kaidahAl Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang level atas.
Alasan Keenam :
Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl,karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (selisih kuantitas). Begitu juga termasuk dalam katagori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash.
Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota,  sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935). Wallahu A’lam. (Jakarta, 16 Syawal 1431)

Senin, 29 Oktober 2012

Matilah sebelum mati

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/30/matilah-sebelum-mati/

Ada satu nasehat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berbunyi “Muutu qabla an tamuutu” yang artinya “matilah sebelum mati
Nasehat Rasulullah tersebut sarat dengan makna. Mati pada hakikatnya adalah terbebasnya ruh (ruhani) dari jasad (jasmani). Jadi upayakanlah dalam kehidupan ini ruh (ruhani) kita tidak terkukung oleh jasmani atau tidak terkukung oleh hawa nafsu. Upayakanlah ruh (ruhani) kita mengendalikan hawa nafsu bukan hawa nafsu yang mengendalikan ruh (ruhani) kita.
Berikut ulasan dari seorang teman akan nasehat dari Rasulullah di atas
***** awal kutipan *****
“Sebelum anda meninggal dunia, cobalah mematikan diri anda sejenak.
Tutuplah kedua mata anda dan bayangkan jenazah anda sedang berada di atas keranda mayat diiringi oleh para pengantar jenazah. Keadaan bagaimana yang anda inginkan setelah anda mati, maka jadilah seperti yang anda inginkan di saat anda hidup sekarang ini.
Perbaikilah kesalahan anda, perbaikilah tingkah laku anda, bertaubatlah di atas segala perbuatan maksiat anda, bukalah lembaran baru kehidupan anda dengan perjalanan hidup dan budi pekerti yang baik.
Cucilah hati anda dari kedengkian dan bersihkanlah dari pengkhianatan. Kelak anda akan mengingat apa yang telah anda lakukan karena makhluk-makhluk ibarat pena Allah ta’ala dan seluruh manusia adalah saksi Allah ta’ala di bumiNya.
Jika mereka bersaksi dengan memuji anda, maka itu adalah khabar baik buat anda dan kesaksian ini diterima di sisi Allah yang Maha Esa. Namun jika mereka bersaksi dengan menyebutkan keburukan anda, maka anda sangat merugi di atas apa yang sedang menanti anda“
*****akhir kutipan ****
Nasehat Rasulullah di atas tidak diingat lagi siapa-siapa perawinya sebagaimana umumnya hadits-hadits yang berhubungan dengan akhlak atau berhubungan dengan tentang Ihsan atau tasawuf.
Nasehat Rasulullah di atas disampaikan oleh para ulama yang sholeh bersanad ilmu sampai kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mereka yang terhasut atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi umumnya akan mempertanyakan hal-hal seperti,
bagaimana antum bisa memvalidasi “nasehat” itu benar dari lisan Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wasallam ?”
bagaimana kita tahu itu sebuah hadits jika tidak diketahui sanadnya ?”
Pertanyaan mereka pada hakikatnya adalah mempertanyakan dalil terhadap sebuah nasehat.
Mereka yang mempertanyakan dalil terhadap sebuah nasehat merupakan wujud dari terkena hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi
Salah satu penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Protokol Zionis yang ketujuhbelas
…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..
Mereka yang terhasut maka mereka tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh para ulama yang sholeh yang bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah, mereka tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh para ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah ,  termasuk tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat.
Sehari-hari mereka disibukkan kembali dengan apa yang telah dilakukan dan diselesaikan oleh Imam Mazhab yang empat, padahal mereka tidak berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak
Oleh karena kesibukkan mereka berijtihad dalam perkara syariat akhirnya mereka tidak punya waktu lagi untuk mendalami hadits-hadits tentang akhlak atau tentang ihsan atau tentang tasawuf
Hadits yang wajib diketahui sanadnya adalah hadits yang terkait dengan hukum atau terkait perkara agama atau perkara syariat, syarat sebagai hamba Allah, perkara yang telah diwajibkanNya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa, perkara larangan dan pengharaman yang jika dikerjakan/dilanggar berdosa.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkanNya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna dan telah disampaikan seluruhnya oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Qs. Al Maidah; 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Justu mereka yang suka melarang-larang perbuatan kaum muslim  atau menyampaikan larangan (sesuatu yang jika dikerjakan/dilanggar berdosa) wajib ditanyakan dalilnya atau sanadnya karena perkara larangan adalah hak Allah ta’ala menetapkannya dan Allah ta’ala tidak lupa.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.”
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”,  “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Hadits-hadits tentang akhlak atau tentang ihsan (tasawuf), silahkan didalami atau tidak didalami, silahkan dipedulikan atau tidak dipedulikan sebagaimana hadits qudsi.
Namun bagi yang ingin meneladani akhlak Rasulullah maka sediakanlah waktu untuk menelusuri kembali hadits-hadits tentang nasehat atau tentang akhlak atau tentang ihsan (tasawuf) sebagai sarana untuk memperjalankan diri agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala atau sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Telusurilah dari ulama-ulama yang telah dekat dengan Allah yakni  ulama-ulama yang sholeh yang bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah atau melalui ulama-ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah.
Ingatlah selalu bahwa indikator atau tanda-tanda seorang ulama yang dekat dengan Allah atau ulama yang  telah mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatkan maqom disisiNya minimal adalah ulama yang sholeh sehingga berkumpul dengan 4 golongan muslim disisiNya yakni para  Nabi (Rasulullah yang utama),  para Shiddiqin, para Syuhada dan muslim yang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Semakin dekat seorang ulama kepada Allah sehingga mereka dapat menjadi kekasihNya (Wali Allah). Maqom Shiddiqin atau maqom kedekatan dengan Allah telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/09/2011/09/28/maqom-wali-allah